Perkara Konten Fadilah Malam Tarawih Ramadan Masyarakat Intelektual

Daftar Isi

Sumber: Pexels.com

    Fadilah malam tarawih Ramadan kerap kali beredar di sosial media masyarakat secara luas dan menjadi konsumsi sehari-hari di bulan Ramadan, tak terkecuali para intelek seperti mahasiswa. Masyhurnya, fadilah tersebut diambil dari 30 keutamaan tarawih dalam kitab Durotun Nasihin karya Syekh Utsman bin Hasan Ahmad Syakir Al-Khaubawi. Hadis yang ada pada kitab tersebut, dikemas sedemikan rupa untuk dapat disebarluaskan kepada khalayak umum berbentuk pamflet atau video.

    Hadis tersebut berisi tentang nasihat-nasihat, peringatan, dan keutamaan amal. Sehingga, kitab tersebut menjadi kegemaran tersendiri di bulan yang suci ini dan kerap kali sebagai penambah semangat dalam menjalankan ibadah di waktu Ramadan. Namun, dalam kajian ilmiah kontemporer, hadis yang terdapat dalam kitab tersebut tidak memiliki kejelasan status yang pasti. Artinya, hadis yang ada pada kitab Durotun Nasihin tidak semuanya memiliki status baik yang dapat digunakan sebagai landasan keagamaan. Terlebih lagi bahwa hal tersebut merupakan sebuah hadis, yang dalam konotasi lain merupakan perkataan atau perbuatan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad.

    Dalam kajian ilmiah milik Ardiansyah (2024, p. 1), menjelaskan bahwa dalam kajian hadis yang terdapat di kitab ini tidak dijelaskan terkait dengan status kualitas hadis tentang keutamaan bulan Ramadan oleh Syekh Utsman. Artinya, ada kemungkinan hadis yang ada dalam kitab tersebut adalah hadis yang bermasalah.

    Hal ini didukung oleh Irwanto (2023, p. 158), yang menyatakan hadis yang dimuat beberapa tergolong sebagai hadis yang bermasalah dan bahkan beberapa di antaranya adalah hadis maudhu (palsu). Setidaknya terdapat 3 hadis yang tidak dapat dijadikan hujjah dan salah satunya merupakan hadis palsu (Ardiansyah, 2024, p. 1). Sehingga, hadis seperti ini seharusnya tidak menjadi hujjah atau pedoman untuk disebarluaskan di sosial media, apalagi menjadi konsumsi masyarakat awam.

    Konten-konten fadilah malam bulan Ramadan sebenarnya merupakan bentuk semangat seorang muslim yang ingin memberikan sepenuh hatinya beribadah dan memberi semangat kepada muslim yang lain di bulan Ramadan. Namun, dengan ketidaktahuannya berakhir berpedoman hadis yang sebenarnya tidak jelas/palsu, beberapa di antaranya terdapat pada kitab yang telah tersebut, Durotun Nasihin karya Syekh Utsman bin Hasan Ahmad Syakir Al-Khaubawi. Salah satu hadis tersebut berbunyi seperti ini:

Dari Nabi Muhammad Saw. Sesungguhnya beliau bersabda: Barangsiapa yang bergembira karena bulan Ramadan datang, maka Allah akan mengharamkan tubuhnya atas neraka.

    Dari segi matan, dapat dilihat bahwasanya hadis ini merupakan hadis yang tergolong hadis palsu. Karena, adanya imbalan yang besar “diharamkan api neraka” hanya dari sebuah amalan yang sangat ringan “senang dengan kedatangan bulan Ramadan”. Dengan mengacu pada kaidah ini, maka hadis yang diriwatkan di atas termasuk dalam hadis palsu (Ardiansyah, 2024, p. 7). Masih terdapat beberapa hadis yang telah dikaji dan menunjukkan tanda-tanda kepalsuan. Sebenarnya, kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Banyak pengaruh yang sebenarnya melandasi hal ini terjadi, seperti sikap acuh tak acuh, tingkat literasi yang rendah, dan minim berpikir kritis dari generasi muda Indonesia (Anisa & Ipungkarti, 2021, p. 1).

    Dengan berpedoman hal di atas, fenomena yang kita lihat saat ini seharusnya berbenah dan berbalik arah sebagai generasi muda dengan pola pikir modern. Waktunya menggunakan sosial media dengan bijak di bulan Ramadan. Pastikan dan validasi hal-hal yang berkaitan penting dengan keagamaan, apalagi yang bersangkut-paut dengan hadis Nabi. Perkara yang diri kita sendiri sebenarnya belum paham dan tidak ketahui tidak seharusnya dijadikan produk/konten di sosial media–hal seperti ini seharusnya masuk kategori konten hoaks.

    Namun, ini bukan artinya sosial media kita tidak bisa menjadi penyemangat dan penyebar kebaikan di bulan puasa. Alih-alih menggunakan perkara yang kita tidak ketahui secara pasti, masih banyak hal lain yang sebenarnya jauh lebih baik dapat dilakukan. Banyak keutamaan di bulan Ramadan dengan dasar atau dalil yang berstatus baik/sahih, dan dapat kita sebarluaskan sebagai konten di sosial media. 

    Dengan demikian, bahwasanya kaum intelektual dan juga sebagai masyarakat umum dalam bersosial media terutama di bulan Ramadan perlu memilih dan memilah mana yang dapat kita jadikan pedoman dan pegangan, terutama dalam hal ibadah dan keyakinan. Fenomena yang terjadi ini membuat kita seharusnya mulai berbenah memperbaiki diri dalam menyajikan produk media yang tepat dan baik untuk kehidupan sosial masyarakat beragama. Masih banyak pilihan pasti yang dapat kita lakukan ketimbang melakukan sebuah hal yang dasarnya tidak jelas.


Referensi

Anisa, A. R., & Ipungkarti, A. A. (2021). Pengaruh Kurangnya Literasi serta Kemampuan dalam Berpikir Kritis yang Masih Rendah dalam Pendidikan di Indonesia. Academia, 01(01).

Ardiansyah, R. (2024). Takhrij Hadis tentang Keutamaan Bulan Ramadan dalam Kitab Durrah An-Nashihin. Thobaqot, 2(1).

Irwanto, I. (2023). Manhaj Ahmad Lutfi Fathullah dalam Hadis-Hadis Lemah dan Palsu dalam Kitab Durratun Nasihin. Liwaul Dakwah: Jurnal Kajian Dakwah dan Masyarakat Islam, 13(2), 158–181. https://doi.org/10.47766/liwauldakwah.v13i2.2552